Di balik peristiwa erupsi kelud yang terjadi 13 Februari
2014 lalu terdapat hal yang sangat bermakna bagi diri saya sendiri, penuh
dengan perjuangan dan juga perasaan yang bercampur-aduk. Jum’at pagi, berbagai
stasiun televisi, media cetak, internet, mengabarkan letusan gunung kelud yang
baru terjadi kamis dini hari. Bagi saya pribadi, pagi itu adalah pagi yang
sangat saya nantikan, keberangkatan menuju Bangkok dalam rangka presentasi
penelitian saya di seminar internasional. Pukul 6 pagi, saya bersama Muhammad
Afif Musthofa sahabat 1 team dalam penelitian tersebut menuju bandara
Internasional Juanda. Dengan hati yang cemas kami masih berharap kondisi baik
sehingga tidak akan terjadi apa-apa terhadap penerbangan kami. Akan tetapi,
takdir Allah berkehendak lain, hari itu, seluruh penerbangan domestik maupun
internasional ditutup, hujan abu tebal akibat letusan gunung kelud sangat tidak
memungkinkan adanya penerbangan. Sempat berfikir untuk refund dan
membatalkan keberangkatan ke Bangkok, tetapi keyakinan dan apa yang sudah saya
persiapkan selama 1 bulan lebih demi presentasi di seminar internasioanl
tersebut, saya tidak mungkin menyerah begitu saja. Sahabat saya Afif pun
demikian, kami akhirnya memutuskan untuk memindahkan penerbangan melalui
bandara Internasional Soekarno Hatta. Kami segera menuju terminal Purabaya,
Surabaya, memesan tiket dan alhamdulillah masih ada tiket bus yang tersisa
untuk kami. Berbekal restu dan doa orang tua, kami berangkat dengan bonek
(bondo nekad) kalau bahasa surabaya-nya.
cantik wanita karena kejernihan wajah..manis wanita karena senyuman yang indah..ayu wanita karena kesederhanaan lahiriyah..hebat wanita karena keimanan yang teguh...
Pengunjung
Thursday, November 20, 2014
A VEIL (HIJAB) IN MUSLIM WOMEN’S LIFE
A veil is an article of clothing or cloth hanging that is
intended to cover some part of the head or face, or an object of some significance. It is especially
associated with women and sacred objects. One view is that as a religious item,
it is intended to show honor to an object or space. The actual sociocultural,
psychological, and sociosexual functions of veils have not been studied
extensively but most likely include the maintenance of social distance and the
communication of social status and cultural identity. The Quran has no requirement that women cover
their faces with a veil, or cover their bodies with the full-body burqua or chador.
Label:
Artikel,
pengetahuan,
renungan
Mahasiswi Sebagai Aktivis dan Kehidupan Malamnya...
Masih kental dalam ingatan, bulan april yang sangat erat kaitannya
dengan sosok pejuang perempuan Indonesia R.A Kartini. Beliau, dengan
ketegasannya untuk menyetarakan status antara perempuan dan laki-laki di mata masyarakat
pada saat itu, kemudian membawa era baru dalam kehidupan perempuan di Indonesia
yang sarat dengan norma, adat dan kebudayaan. Sudah puluhan tahun setelah
perjuangan Kartini membumi di Indonesia, perempuan-perempuan hadir dengan
berbagai kesetaraan yang mulai berterima di masyarakat. Kita dapat melihat
perempuan duduk di kursi pemerintahan, perempuan sebagai kepala bagian di
kantor, perempuan yang mengenyam bangku sekolah, hingga duduk sejajar dengan
laki-laki sebagai siswa di sebuah perguruan tinggi.
Namun, di tengah segala kesetaraan yang telah hadir di tengah
masyarakat tentang kesetaraan perempuan dan laki-laki, muncul keresahan di
kalangan masyarakat. Gempuran arus globalisasi dan gerakan-gerakan ekstrim dari
barat seakan menjadi momok akan nilai adat, budaya sebagai orang timur juga
sebagai pemeluk agama islam, yang kemudian membangun doktrin-doktrin baru bahwa
kesetaraan yang ada kini telah melampaui batas adat dan budaya yang selama ini
digenggam erat masyarakat. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab
eksistensi perempuan dalam organisasi dipertanyakan. Sebab mereka (red aktivis
perempuan) dengan segala kegiatannya di organisasi akan mau tidak mau
dihadapkan dengan nilai adat dan budaya masyarakat yang ada.
Label:
Artikel,
pengetahuan,
SuAra hAti Ukhti
Wednesday, November 19, 2014
Simpang Lima Hati
Berbalut terik mentari,, duduk dan memandang lima simpang hati. Selalu, kau terlihat dalam setiap simpang itu. Ah,senyummu. . Mentari kian berpendar. . Masa bodoh dengan apa itu galau, juga cahaya2 yg kian menjauh. Hey cahaya,kau pikir aku tak bisa tanpamu? Haha, simpang lima hati kenalkan aku pada lain yg tak sombong sepertimu. Ia memang tak seterangmu, pun tak seindahmu. Ah,tapi dia embun dgn binar pantulan mentari. .
See my second blog = hujanrintikungu.blogspot.com
Tuesday, November 18, 2014
Titik Kebekuan
Akhirnya semuanya terungkap
Tabir kebekuan yang selama ini menyesakkan dada
Aku terpaku di hadapannya
Mengakui segala rasa yang selama ini membuncah di dada
Sempat aku menyesali semuanya
Mengapa rasa ini ada
dan melekat dalam dada
Tapi, haruskah aku mengelak?
Pesonamu tak ayal membawa ku kembali ke hadapanmu
Kau, sosok asing yang tak pernah ku bayangkan
Hadir dan mengangkatku dari kubangan hidup yang menyedotku
Aku menyesali semuanya, mengapa aku terlalu menyukai senyummu
Aku menyesal mengapa aku terlalu nyaman di dekatmu
Aku tak pernah menyesal aku pernah mengenal orang sebaikmu
yang aku sesali mengapa kini da tabir kebekuan yang hadir tatkala aku di hadapanmu
Tabir yang selalu membuat lidahku kelu ketika menjawab semua semua pertanyaanmu
Aku tak pernah mengharapkan lebih, tak pernah
Aku hanya selalu berharap kau akan mengenangku ketika aku tak ada nanti
Kau akan memberikan sedikit celah hatimu untuk mengenang
Bahwa kau pernah mengenal orang seperti aku
Aku tak membencimu, tak.. tak pernah..
Aku hanya menyesali tabir ini...
Ya tabir yang akhirnya kau rasakan keberadaannya
Tabir yang kau ungkap...
Tabir kebekuan...
Tabir yang membentengi kita..
Tabir kebekuan yang selama ini menyesakkan dada
Aku terpaku di hadapannya
Mengakui segala rasa yang selama ini membuncah di dada
Sempat aku menyesali semuanya
Mengapa rasa ini ada
dan melekat dalam dada
Tapi, haruskah aku mengelak?
Pesonamu tak ayal membawa ku kembali ke hadapanmu
Kau, sosok asing yang tak pernah ku bayangkan
Hadir dan mengangkatku dari kubangan hidup yang menyedotku
Aku menyesali semuanya, mengapa aku terlalu menyukai senyummu
Aku menyesal mengapa aku terlalu nyaman di dekatmu
Aku tak pernah menyesal aku pernah mengenal orang sebaikmu
yang aku sesali mengapa kini da tabir kebekuan yang hadir tatkala aku di hadapanmu
Tabir yang selalu membuat lidahku kelu ketika menjawab semua semua pertanyaanmu
Aku tak pernah mengharapkan lebih, tak pernah
Aku hanya selalu berharap kau akan mengenangku ketika aku tak ada nanti
Kau akan memberikan sedikit celah hatimu untuk mengenang
Bahwa kau pernah mengenal orang seperti aku
Aku tak membencimu, tak.. tak pernah..
Aku hanya menyesali tabir ini...
Ya tabir yang akhirnya kau rasakan keberadaannya
Tabir yang kau ungkap...
Tabir kebekuan...
Tabir yang membentengi kita..
Subscribe to:
Posts (Atom)