Di balik peristiwa erupsi kelud yang terjadi 13 Februari
2014 lalu terdapat hal yang sangat bermakna bagi diri saya sendiri, penuh
dengan perjuangan dan juga perasaan yang bercampur-aduk. Jum’at pagi, berbagai
stasiun televisi, media cetak, internet, mengabarkan letusan gunung kelud yang
baru terjadi kamis dini hari. Bagi saya pribadi, pagi itu adalah pagi yang
sangat saya nantikan, keberangkatan menuju Bangkok dalam rangka presentasi
penelitian saya di seminar internasional. Pukul 6 pagi, saya bersama Muhammad
Afif Musthofa sahabat 1 team dalam penelitian tersebut menuju bandara
Internasional Juanda. Dengan hati yang cemas kami masih berharap kondisi baik
sehingga tidak akan terjadi apa-apa terhadap penerbangan kami. Akan tetapi,
takdir Allah berkehendak lain, hari itu, seluruh penerbangan domestik maupun
internasional ditutup, hujan abu tebal akibat letusan gunung kelud sangat tidak
memungkinkan adanya penerbangan. Sempat berfikir untuk refund dan
membatalkan keberangkatan ke Bangkok, tetapi keyakinan dan apa yang sudah saya
persiapkan selama 1 bulan lebih demi presentasi di seminar internasioanl
tersebut, saya tidak mungkin menyerah begitu saja. Sahabat saya Afif pun
demikian, kami akhirnya memutuskan untuk memindahkan penerbangan melalui
bandara Internasional Soekarno Hatta. Kami segera menuju terminal Purabaya,
Surabaya, memesan tiket dan alhamdulillah masih ada tiket bus yang tersisa
untuk kami. Berbekal restu dan doa orang tua, kami berangkat dengan bonek
(bondo nekad) kalau bahasa surabaya-nya.
Perjalanan menuju Jakarta cukup lancar, aku sendiri
mengingat bagaimana awal mula semua ini terjadi.
Bermula dari informasi call for paper oleh APSA (ASIA PASIFIC SOCIOLOGICAL ASSOCIATION) yang diinformasikan Ibu Ulfah Muhayani, dosen mata kuliah Cross Cultural Understanding kami. Dengan deadline pengumpulan abstak penelitian yang tinggal 1 hari, saya dan beberapa teman lain berniat mengumpulkan abstak dari tugas kami dan beberapa teman lain mencoba membuat tema lain. Saya sendiri kemudian mengajak mas Afif, mahasiswa 1 tingkat di atas kami. Dengan bantuan editing dari ibu Ulfah, berbekal do’a, kami mengirimkan abstrak penelitian tersebut. Setelah hampir 2 minggu menunggu, sore itu saya menerima email dari panitia conference bahwa abstrak saya dan mas afif diterima, dan kami punya waktu sekitar 1 bulan untuk membuat full-paper dari abstrak tersebut. Setelah meminta restu orang tua kami, sebulan penuh, selama liburan kuliah dari awal januari, kami mempersiapkan semuanya. Berkat bantuan dana dari kampus, fakultas humaniora, dan dinas pemuda dan olahraga, kami siap meraih mimpi yang tidak terduga ini. Presentasi di Internasional Conference tersebut akan dilaksanakan 15-16 Februari 2014 di Chiang Mai University, Thailand.
Bermula dari informasi call for paper oleh APSA (ASIA PASIFIC SOCIOLOGICAL ASSOCIATION) yang diinformasikan Ibu Ulfah Muhayani, dosen mata kuliah Cross Cultural Understanding kami. Dengan deadline pengumpulan abstak penelitian yang tinggal 1 hari, saya dan beberapa teman lain berniat mengumpulkan abstak dari tugas kami dan beberapa teman lain mencoba membuat tema lain. Saya sendiri kemudian mengajak mas Afif, mahasiswa 1 tingkat di atas kami. Dengan bantuan editing dari ibu Ulfah, berbekal do’a, kami mengirimkan abstrak penelitian tersebut. Setelah hampir 2 minggu menunggu, sore itu saya menerima email dari panitia conference bahwa abstrak saya dan mas afif diterima, dan kami punya waktu sekitar 1 bulan untuk membuat full-paper dari abstrak tersebut. Setelah meminta restu orang tua kami, sebulan penuh, selama liburan kuliah dari awal januari, kami mempersiapkan semuanya. Berkat bantuan dana dari kampus, fakultas humaniora, dan dinas pemuda dan olahraga, kami siap meraih mimpi yang tidak terduga ini. Presentasi di Internasional Conference tersebut akan dilaksanakan 15-16 Februari 2014 di Chiang Mai University, Thailand.
Kembali ke perjalanan menuju Jakarta, kami tiba esok
harinya, Sabtu 15 Februari 2014. Perjalanan Jakarta Bangkok kami lalui dengan
perasaan yang tidak dapat kami deskripsikan, sebab ini adalah perjalanan kami
ke luar negeri. Sempat ada penyesalan, sebab seharusnya 15 februari adalah hari
pertama konferensi tersebut dimulai. tapi mau dikata apa, musibah gunung kelud
tidak ada yang tau, semua sudah menjadi takdir Allah. Hal tersebut menjadi
refleksi bagi saya pribadi, bagaimana persiapan kami yang sudah tinggal
berangkat, ketika Allah berkehendak lain, tidak ada 1 manusia pun yang bisa
menghalangi. Kami kemudian tiba di bangkok sekitar pukul 20.00, kami bergegas
mengejar airport rail link menuju Mo Chit Bus Station, sebab dari Bangkok kami
harus melanjutkan 10 jam perjalanan menuju Chiang Mai, salah satu provinsi di
bagian utara Thailand, tempat konferensi tersebut dilaksanakan.
Giliran kami presentasi adalah hari kedua, pukul
11.00-12.30 pagi. Sedangkan perkiraan paling cepat kami sampai ke Chiang Mai
sekitar pukul 9 pagi, karena kami berangkat dari Bangkok pukul 23.00. lelah
setelah 13 jam perjalanan Surabaya-Jakarta, dilanjut lagi dengan 10 jam lagi
tidak melunturkan semangat kami untuk tetap mempersiapkan presentasi kami
dengan baik. Sepanjang perjalanan, kami melihat banyak patung budha, di atas
bukit, di pinggir jalan, bahkan hampir di setiap pertigaan, ada tempat
sembahyang bagi umat budha. Keadaan daerah utara Thailand berbukit-bukit,
banyak pegunungan, sehingga udara cukup dingin. Kami tiba di Chiang Mai Archade
Bus Station pukul 08.30 pagi. Para supir tuk-tuk sudah mulai berdesakan di
pintu keluar bus yang kami naiki. Alhmadulillah, supir tuk-tuk yang kami pilih
sedikit bisa bahasa inggris, sehingga dengan mudah kami menunjukkan lokasi
hotel sudah kami booking sebelumnya. 150 bath, atau sekitar 70 ribu kami berdua
menuju hotel yang letaknya di belakang Chiang Mai University. Pemandangan yang
mengesankan, tapi sayang, kami tidak mengerti bahasa thailand, sehingga
tulisan huruf thai tersebut menjadi pemandangan yang mengesankan untuk kami.
Setelah
tergesa-gesa dan dengan persiapan super cepat, kami bersiap-siap menuju tempat conference
tersebut dilaksanakan yakni di Humanities Faculty di Chiang Mai
University. Walaupun terlambat satu hari, karena kami tidak berkecil hati
sebab dengan sisa waktu di acara konferensi tersebut, kami dapat menimba ilmu
yang sangat banyak. Kami mempresentasikan penelitian kami kurang lebih 20
menit, kemudian disusul dengan pertanyaan dan juga diskusi di akhir sesi
tersebut oleh Judith Pine seorang professor antropoli dari Western
Washington University. Dari beliau kami belajar banyak dari overview
paper kami. Sebab diantara presentator yang berasal dari Indonesia, kami
satu-satunya presentator yang masih duduk di bangku kuliah, sebab presentator
yang lain rata-rata sudah bergelar Phd atau sedang menempuh pendidikan S2.
Lepas
dari acara presentasi, kami mengunjungi anusan market, salah satu pasar
yang terkenal di provinsi Chiang Mai, Thailand. Hal menarik disana adalah
adanya waria-waria yang mengadakan fashion show disana. Mereka lebih
dikenal dengan cabaret show, di Thailand terutama di Phuket, cabaret
show sangat terkenal. Seperti yang banyak diketahui bahwa Thailand adalah
salah satu Negara yang sudah menerima adanya trans-gender, sehingga ketika kami
ke bank, ke pasar, banyak dari waria tersebut yang sudah diterima sebagai
pegawai di tempat-tempat tersebut. Chiang Mai adalah salah satu provinsi dengan
pemeluk agama budha yang banyak, warga muslim disana sangat minoritas, hanya
ada di pusat kota sedangkan di daerah sekitar hotel dan kampus Chiang Mai,
tidak ada warga muslim kecuali para peserta konverensi.
Setelah
itu, esok harinya kami melakukan perjalanan kembali ke Bangkok, kami menempuh
10 jam perjalanan lagi dari Chiang Mai ke Bangkok. Setelah itu kami kembali ke
Indonesia, akan tetapi kami transit dulu di Singapura. Karena tidak usah
mengurus imigrasi, kami tidak bisa keluar dari bandara. Sekitar 4 jam kami
menghabiskan waktu berkeliling bandara Changi Singapura. Pesawat kami delay
sekitar 2 jam, sehingga rencana awal kami tiba di Surabaya sekitar pukul 9
meleset menjadi pukul 12 malam. Setelah itu kami kembali ke Malang dengan
travel yang sudah kami pesan sebelumnya, dan esoknya kami sudah kembali
beraktifitas di kampus.
No comments:
Post a Comment