Pengunjung

Thursday, November 20, 2014

SEMINAR INTERNASIONAL DI BANGKOK







Di balik peristiwa erupsi kelud yang terjadi 13 Februari 2014 lalu terdapat hal yang sangat bermakna bagi diri saya sendiri, penuh dengan perjuangan dan juga perasaan yang bercampur-aduk. Jum’at pagi, berbagai stasiun televisi, media cetak, internet, mengabarkan letusan gunung kelud yang baru terjadi kamis dini hari. Bagi saya pribadi, pagi itu adalah pagi yang sangat saya nantikan, keberangkatan menuju Bangkok dalam rangka presentasi penelitian saya di seminar internasional. Pukul 6 pagi, saya bersama Muhammad Afif Musthofa sahabat 1 team dalam penelitian tersebut menuju bandara Internasional Juanda. Dengan hati yang cemas kami masih berharap kondisi baik sehingga tidak akan terjadi apa-apa terhadap penerbangan kami. Akan tetapi, takdir Allah berkehendak lain, hari itu, seluruh penerbangan domestik maupun internasional ditutup, hujan abu tebal akibat letusan gunung kelud sangat tidak memungkinkan adanya penerbangan. Sempat berfikir untuk refund dan membatalkan keberangkatan ke Bangkok, tetapi keyakinan dan apa yang sudah saya persiapkan selama 1 bulan lebih demi presentasi di seminar internasioanl tersebut, saya tidak mungkin menyerah begitu saja. Sahabat saya Afif pun demikian, kami akhirnya memutuskan untuk memindahkan penerbangan melalui bandara Internasional Soekarno Hatta. Kami segera menuju terminal Purabaya, Surabaya, memesan tiket dan alhamdulillah masih ada tiket bus yang tersisa untuk kami. Berbekal restu dan doa orang tua, kami berangkat dengan bonek (bondo nekad) kalau bahasa surabaya-nya.
Perjalanan menuju Jakarta cukup lancar, aku sendiri mengingat bagaimana awal mula semua ini terjadi.
Bermula dari informasi call for paper oleh APSA (ASIA PASIFIC SOCIOLOGICAL ASSOCIATION) yang diinformasikan Ibu Ulfah Muhayani, dosen mata kuliah Cross Cultural Understanding kami. Dengan deadline pengumpulan abstak penelitian yang tinggal 1 hari, saya dan beberapa teman lain berniat mengumpulkan abstak dari tugas kami dan beberapa teman lain mencoba membuat tema lain. Saya sendiri kemudian mengajak mas Afif, mahasiswa 1 tingkat di atas kami. Dengan bantuan editing dari ibu Ulfah, berbekal do’a, kami mengirimkan abstrak penelitian tersebut. Setelah hampir 2 minggu menunggu, sore itu saya menerima email dari panitia conference bahwa abstrak saya dan mas afif diterima, dan kami punya waktu sekitar 1 bulan untuk membuat full-paper dari abstrak tersebut. Setelah meminta restu orang tua kami, sebulan penuh, selama liburan kuliah dari awal januari, kami mempersiapkan semuanya. Berkat bantuan dana dari kampus, fakultas humaniora, dan dinas pemuda dan olahraga, kami siap meraih mimpi yang tidak terduga ini. Presentasi di Internasional Conference tersebut akan dilaksanakan 15-16 Februari 2014 di Chiang Mai University, Thailand.
Kembali ke perjalanan menuju Jakarta, kami tiba esok harinya, Sabtu 15 Februari 2014. Perjalanan Jakarta Bangkok kami lalui dengan perasaan yang tidak dapat kami deskripsikan, sebab ini adalah perjalanan kami ke luar negeri. Sempat ada penyesalan, sebab seharusnya 15 februari adalah hari pertama konferensi tersebut dimulai. tapi mau dikata apa, musibah gunung kelud tidak ada yang tau, semua sudah menjadi takdir Allah. Hal tersebut menjadi refleksi bagi saya pribadi, bagaimana persiapan kami yang sudah tinggal berangkat, ketika Allah berkehendak lain, tidak ada 1 manusia pun yang bisa menghalangi. Kami kemudian tiba di bangkok sekitar pukul 20.00, kami bergegas mengejar airport rail link menuju Mo Chit Bus Station, sebab dari Bangkok kami harus melanjutkan 10 jam perjalanan menuju Chiang Mai, salah satu provinsi di bagian utara Thailand, tempat konferensi tersebut dilaksanakan.
Giliran kami presentasi adalah hari kedua, pukul 11.00-12.30 pagi. Sedangkan perkiraan paling cepat kami sampai ke Chiang Mai sekitar pukul 9 pagi, karena kami berangkat dari Bangkok pukul 23.00. lelah setelah 13 jam perjalanan Surabaya-Jakarta, dilanjut lagi dengan 10 jam lagi tidak melunturkan semangat kami untuk tetap mempersiapkan presentasi kami dengan baik. Sepanjang perjalanan, kami melihat banyak patung budha, di atas bukit, di pinggir jalan, bahkan hampir di setiap pertigaan, ada tempat sembahyang bagi umat budha. Keadaan daerah utara Thailand berbukit-bukit, banyak pegunungan, sehingga udara cukup dingin. Kami tiba di Chiang Mai Archade Bus Station pukul 08.30 pagi. Para supir tuk-tuk sudah mulai berdesakan di pintu keluar bus yang kami naiki. Alhmadulillah, supir tuk-tuk yang kami pilih sedikit bisa bahasa inggris, sehingga dengan mudah kami menunjukkan lokasi hotel sudah kami booking sebelumnya. 150 bath, atau sekitar 70 ribu kami berdua menuju hotel yang letaknya di belakang Chiang Mai University. Pemandangan yang mengesankan, tapi sayang, kami tidak mengerti bahasa thailand, sehingga tulisan huruf thai tersebut menjadi pemandangan yang mengesankan untuk kami.
Setelah tergesa-gesa dan dengan persiapan super cepat, kami bersiap-siap menuju tempat conference tersebut dilaksanakan yakni di Humanities Faculty di Chiang Mai University. Walaupun terlambat satu hari, karena kami tidak berkecil hati sebab dengan sisa waktu di acara konferensi tersebut, kami dapat menimba ilmu yang sangat banyak. Kami mempresentasikan penelitian kami kurang lebih 20 menit, kemudian disusul dengan pertanyaan dan juga diskusi di akhir sesi tersebut oleh Judith Pine seorang professor antropoli dari Western Washington University. Dari beliau kami belajar banyak dari overview paper kami. Sebab diantara presentator yang berasal dari Indonesia, kami satu-satunya presentator yang masih duduk di bangku kuliah, sebab presentator yang lain rata-rata sudah bergelar Phd atau sedang menempuh pendidikan S2.
Lepas dari acara presentasi, kami mengunjungi anusan market, salah satu pasar yang terkenal di provinsi Chiang Mai, Thailand. Hal menarik disana adalah adanya waria-waria yang mengadakan fashion show disana. Mereka lebih dikenal dengan cabaret show, di Thailand terutama di Phuket, cabaret show sangat terkenal. Seperti yang banyak diketahui bahwa Thailand adalah salah satu Negara yang sudah menerima adanya trans-gender, sehingga ketika kami ke bank, ke pasar, banyak dari waria tersebut yang sudah diterima sebagai pegawai di tempat-tempat tersebut. Chiang Mai adalah salah satu provinsi dengan pemeluk agama budha yang banyak, warga muslim disana sangat minoritas, hanya ada di pusat kota sedangkan di daerah sekitar hotel dan kampus Chiang Mai, tidak ada warga muslim kecuali para peserta konverensi.
Setelah itu, esok harinya kami melakukan perjalanan kembali ke Bangkok, kami menempuh 10 jam perjalanan lagi dari Chiang Mai ke Bangkok. Setelah itu kami kembali ke Indonesia, akan tetapi kami transit dulu di Singapura. Karena tidak usah mengurus imigrasi, kami tidak bisa keluar dari bandara. Sekitar 4 jam kami menghabiskan waktu berkeliling bandara Changi Singapura. Pesawat kami delay sekitar 2 jam, sehingga rencana awal kami tiba di Surabaya sekitar pukul 9 meleset menjadi pukul 12 malam. Setelah itu kami kembali ke Malang dengan travel yang sudah kami pesan sebelumnya, dan esoknya kami sudah kembali beraktifitas di kampus.

No comments:

Post a Comment

Followers